Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 26 September 2014 yang
terdiri dari 15 Bab dan 87 Pasal dengan rincian sebagai berikut :
BAB I.
|
Ketentuan Umum
|
Pasal 1
|
BAB II.
|
Maksud dan Tujuan
|
Pasal 2 s.d Pasal 3
|
BAB III.
|
Ruang Lingkup dan Azas
|
Pasal 4 s.d Pasal 5
|
BAB IV.
|
Hak dan Kewajiban Pejabat Pemerintahan
|
Pasal 6 s.d Pasal 7
|
BAB V.
|
Kewenangan Pemerintah
|
Pasal 8 s.d Pasal 21
|
BAB VI.
|
Diskresi
|
Pasal 22 s.d Pasal 31
|
BAB VII.
|
Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
|
Pasal 32 s.d Pasal 38
|
BAB VIII.
|
Prosedur Adminsitrasi Pemerintahan
|
Pasal 39 s.d Pasal 50
|
BAB IX.
|
Keputusan Pemerintah
|
Pasal 51 s.d Pasal 73
|
BAB X.
|
Upaya Administratif
|
Pasal 74 s.d Pasal 77
|
BAB XI.
|
Pembinaan dan Pengembangan Administrasi Pemerintahan
|
Pasal 78
|
BAB XII.
|
Sanksi Administratif
|
Pasal 79 s.d 82
|
BAB XIII.
|
Ketentuan Konversi
|
Pasal 83
|
BAB XIV.
|
Ketentuan Peralihan
|
Pasal 84 s.d Pasal 85
|
BAB V.
|
Ketentuan Penutup
|
Pasal 86 s.d Pasal 87
|
(Draft RUU Administrasi Pemerintahan terakhir dari www.dpr.go.id
sebagaimana terlampir)
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan ini memuat penjelasan tentang jenis-jenis
kewenangan atribusi, delegasi, dan mandat. Kejelasan tanggung jawab terhadap
kewenangan agar terdapat kejelasan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap
pelaksanaan kewenangan. Undang-Undang ini juga
mengatur larangan penyalahgunaan wewenang, sehingga badan atau pejabat
pemerintahan dalam membuat keputusan atau tindakan sesuai dengan batas
kewenangan yang dimiliki. Terkait
dengan diskresi, Undang-Undang
ini memberikan keleluasaan pengambilan keputusan dan tindakan berdasarkan
pertimbangan pejabat dengan tujuan untuk mengatasi stagnasi pemerintahan dalam
keadaan tertentu, guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
1.
Keputusan
Kepala Daerah dapat menetapkan keputusan berbentuk
tertulis atau elektronis dan/atau
menetapkan tindakan pemerintahan. Keputusan tersebut dinyatakan sah apabila
memenuhi syarat : ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, dibuat sesuai
prosedur, dan substansi yang sesuai dengan obyek keputusan.
Selain dalam bentuk tertulis, Kepala Daerah juga dapat
menetapkan Keputusan yang berbentuk elektronis yang berkekuatan hukum sama dengan Keputusan yang
tertulis dan berlaku sejak diterimanya Keputusan tersebut oleh pihak yang
bersangkutan. Keputusan dalam bentuk elektronis dapat diikuti dengan Keputusan
dalam bentuk tertulis dan/ atau salinan.
Beberapa hal yang diatur dalam Undang-Undang AP terkait
Keputusan adalah sebagai berikut :
a.
Keputusan dapat
dilakukan perubahan apabila terdapat cacat konsideran, cacat redaksional,
perubahan dasar pembuatan keputusan dan fakta baru.
b.
Keputusan hanya
dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat wewenang, cacat prosedur dan
cacat substansi.
c.
Keputusan yang
sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi
menimbulkan kerugian negara, menimbulkan kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
menimbulkan konflik sosial.
d.
Keputusan hanya
dapat dibatalkan apabila terdapat cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat
substansi.
e.
Keputusan
berakhir, apabila habis masa berlakunya, dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang
berwenang, dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan pengadilan dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
2.
Diskresi
Undang-Undang ini memberikan keleluasaan bagi Kepala Daerah dalam pengambilan
keputusan dan tindakan berdasarkan pertimbangan pejabat dengan tujuan untuk
mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu, guna kemanfaatan dan
kepentingan umum.
Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Daerah
untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan
serta bertujuan untuk, kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, mengisi
kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi
pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. (Pasal 1 Angka 9)
Khusus untuk penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran, maka Kepala Daerah
wajib memperoleh persetujuan dari atasan. Selain itu Kepala Daerah wajib
memberitahukan kepada atasan sebelum penggunaan
Diskresi yang menimbulkan
keresahan di masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadinya bencana alam
serta melaporkan kepada atasan setelah penggunaan Diskresi dilakukan.
3.
Atribusi,
Delegasi dan Mandat
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan juga
mengatur tentang jenis kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Daerah sebagai
berikut :
a.
Atribusi,
merupakan jenis kewenangan yang didapat Kepala Daerah karena diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau Undang-Undang. Dapat juga merupakan wewenang baru atau sebelumnya tidak
ada. Atribusi diberikan kepada Kepala Daerah dan dapat didelegasikan sesuai
peraturan pendundang-undangan yang berlaku;
b.
Delegasi,
merupakan jenis kewenangan yang diperoleh Kepala Daerah dari atasannya. Kewenangan
ini tidak dapat didelegasikan lebih
lanjut, kecuali diatur lain oleh Peraturan perundang-undangan. Diatur lain di
sini maksudnya, kewenangan Kepala Daerah yang didapat dari delegasi dapat
disubdelegasikan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan lain
dengan ketentuan:
1.
dituangkan dalam
bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan;
2.
dilakukan dalam
lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan
3.
diberikan kepada
pejabat 1 (satu) tingkat di bawahnya.
c. Mandat, yaitu jenis kewenangan yang dimiliki Kepala
Daerah karena ditugaskan oleh atasan Kepala Daerah dan merupakan pelaksanaan
tugas rutin. Kewenangan ini dapat diberikan lebih lanjut kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali
ditentukan lain dengan peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab tetap
berada pada Kepala Daerah.
Wewenang Kepala Daerah sebagaimana tersebut di atas,
dibatasi oleh masa atau tenggang waktu wewenang, wilayah atau daerah berlakunya
wewenang dan cakupan bidang atau materi wewenang.
No comments:
Post a Comment